Indonesia dimata Barack Obama

Tulisan Ini Dimuat di Rubrik Politika di Harian Kompas Pada Pada Sabtu, 2 Agustus 2008 Dengan Judul Bangsa Kita (1) Oleh:BUDIARTO SHAMBAZY

Dalam acara ”Global Public Square” di CNN oleh Fareed Zakaria (FZ) 13 Juli lalu, Barack Obama (BO) pertama kali berbicara tentang Indonesia sejak menjadi calon presiden. Selama ini ia menghindari topik ini.

FZ: Apa kenangan pertama politik luar negeri yang membentuk Anda?

BO: Kenangan pertama ibu saya bilang, ”Saya menikah dengan orang Indonesia dan kita pindah ke Jakarta”. Itu kenangan untuk memahami besarnya dunia. Kami datang setahun setelah kudeta dan belakangan tahu lebih dari setengah juta korban dibunuh. Untuk bocah seperti saya, negeri itu istimewa. Untuk pertama kalinya saya sadar besarnya dunia, terlalu banyak negara. Negeri itu rumit.

FZ: Bagaimana rasanya jadi orang Amerika tinggal di Indonesia?

BO: Amat istimewa karena kesenjangan sosial Barat dengan Timur lebih besar dibandingkan kini. Tetapi, itu bukan karena ibu saya digaji dollar oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat yang membuat hidup kami lebih nyaman.

Kami tahu jenderal-jenderal dan keluarga Soeharto hidup mewah dan pemerintah tak bekerja untuk rakyat, melainkan untuk orang-orang dalam. Di AS itu juga terjadi, tetapi paling tidak kita patuh aturan dan menghargai masyarakat madani.

Ayah tiri saya dipaksa meninggalkan kuliah di Hawaii dan diwajibmiliterkan ke Papua Niugini. Saat ditugaskan ia tak pernah tahu akan dipenjara atau dibunuh. Ada jaminan Anda dilindungi sebagai warga AS dan itu membuat saya makin dewasa makin menghargai AS.

FA: Mengapa belajar hubungan internasional?

BO: Saya tertarik hubungan internasional karena tinggal di luar negeri dan hidup di Hawaii, punya ibu pakar pembangunan internasional ahli microfinancing yang membantu ibu-ibu membeli mesin tenun atau mesin jahit atau beternak sapi di Asia Selatan dan Tenggara.

Perang Vietnam makin menarik minat saya. Perang Dingin masih berkecamuk. Saya tertarik dua hal, masalah pembangunan Dunia Ketiga serta proliferasi nuklir sehingga saya sempat mengira akan bekerja di bidang hubungan internasional.

FZ: Anda yakin radikalisme tantangan pada abad ke-21?

BO: Terorisme dan kelompok-kelompok yang menolak modernitas karena identitas etnis dan agama yang terjebak ideologi ekstrem sebuah ancaman berbahaya. Namun, ia bukan satu-satunya ancaman.

FZ: Bagaimana Anda menilai Islam itu sendiri, seperti di Indonesia, negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia?

BO: Ini menarik. Ketika tinggal di Indonesia, kultur Indonesia tak sama dengan Arab di Timur Tengah. Islam berbeda-beda.

Namun, dunia Islam pada dasarnya tak menentang Barat atau kehidupan modern atau tradisi universal seperti hukum. Kini di Indonesia Anda melihat sejumlah elemen ekstremis.

Yang menarik Anda bisa melihat hubungan antara keterpurukan ekonomi akibat krisis moneter yang mengakibatkan sepertiga PDB Indonesia lenyap dan akselerasi kekuatan ekstremis.

Bukan mengatakan ada hubungan langsung, tetapi yang terjadi adalah perpindahan di dalam Islam yang saya yakin berhubungan dengan kegagalan pemerintah dan Barat menjalin kerja sama dengan negara-negara itu supaya tiap kesempatan terbuka dan ekonomi tumbuh dari bawah.

Anda tahu pendekatan masalah ekstremis adalah memburu mereka yang menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Kita harus memburu Al Qaeda dan jaringannya.

Tetapi, kita juga wajib memperkecil perekrutan mereka. Dan itu melibatkan dunia Islam, bukan memusuhinya. Kita harus paham jumlah yang menggunakan kekerasan kecil sekali dan bahwa dunia Islam itu beragam.

Nah, poin pertama Obama yakin radikalisme bersumber dari kemiskinan. Lihat di sekeliling, kemiskinan menjadi-jadi dan berpotensi menyuburkan radikalisme.

Pihak paling keliru birokrat karena menjadi sarang korupsi. KPK memerangi korupsi bagai deret hitung, tetapi korupsi seperti deret ukur.

Obama bicara korupsi pada masa lalu. Kini sudah abad ke-21, korupsi makin maju. Obama menyebut Orde Baru lalai tak bekerja. Kini, menurut kesaksian di pengadilan, dua menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu menerima korupsi aliran dana Bank Indonesia.

Kedua, Islam di sini, menurut Obama, sejak dulu bukan seperti di Arab atau Timur Tengah. Tidak betul juga teori benturan kebudayaan Islam melawan Barat.

Radikalisme di sini sering dipolitisasi. Dulu untuk kepentingan pemberontakan, kini diobral untuk urusan-urusan sepele.

Obama sumber inspirasi bagai mata air tak pernah habis. Chris Matthews, wartawan kawakan AS, disorot publik karena memihak Obama.

John McCain mengeluh porsi pemberitaan Obama berlebihan. Ia menuding Obama dan media terlibat love affair.

Matthews bela diri. Ia bilang, wartawan wajib memberitakan yang didengar dan dilihat, tetapi ia terinspirasi pidato Obama tentang ras.

”Saya lebih baik jujur daripada diam seperti patung sambil membatin, ’Ah itu berita basi’. Saya warga yang patriotis.”

”Saya selalu bereaksi emosional terhadap Tanah Air karena amat peduli dengan bangsa ini dan ingin turut menjaganya. Saya bukan sekadar wasit. Saya berpihak pada kita, bangsa kita”.

Bangsa kita memasuki bulan Proklamasi, usia melangkah maju tambah setahun. Tetapi, kok bangsa kita tambah mundur?

0 komentar:

Posting Komentar

Tempat untuk komentar