0

KENAPA NABI MUHAMMAD saw TIDAK BOLEH DILUKIS ?

Sumber dahwah.net

Banyak orang yang tidak faham akan agama Islam, baik dari kalangan
umat Islam itu sendiri atau dari kalangan umat non muslim yang
mempertanyakan kenapa Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam
tidak boleh dilukis apalagi dibuat patung ? Larangan melukis Nabi
Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam terkait dengan keharusan
menjaga kemurnian ‘aqidah kaum muslimin. Sebagaimana sejarah permulaan
timbulnya paganisme atau penyembahan kepada berhala adalah dibuatnya
lukisan orang-orang sholih, yaitu Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr
oleh kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Memang pada awal kejadian, lukisan
tersebut hanya sekedar digunakan untuk mengenang kesholihan mereka dan
belum disembah. Tetapi setelah generasi ini musnah, muncul generasi
berikutnya yang tidak mengerti tentang maksud dari generasi sebelumnya
membuat gambar-gambar tersebut, kemudian syetan menggoda mereka agar
menyembah gambar-gambar dan patung-patung orang sholih tersebut.
Sebenarnya melukis makhluk hidup, yaitu manusia atau binatang
hukumnya berdosa, sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam :
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا
نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Setiap pelukis ada di dalam neraka, dijadikan setiap lukisannya
memiliki jiwa, lalu akan menyiksa pelukisnya di dalam neraka Jahanam.”
( HR. Muslim )
Ibnu ‘Abbas dalam riwayat tersebut menyebutkan : “Bila mesti
melakukannya, maka buatlah lukisan pohon atau apa pun yang tidak
memiliki nyawa.”
Dalam hadits yang lain disebutkan :
عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الأَسَدِيِّ قَالَ : قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ
أَبِي طَالِبٍ أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً
إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاً قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Dari Abul Hayyaj Al-Asadi dia berkata : ‘Ali bin Abi Tholih berkata
kepadaku : “Maukah aku utus engkau pada apa yang Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku ? yaitu jangan kamu
biarkan gambar kecuali kamu menghapusnya, dan kuburan yang
dikeramatkan kecuali kamu meratakannya.” ( HR. Muslim )
Artinya menggambar apa pun dari manusia atau pun hewan dilarang karena
bisa menjadi pemicu kemunculan paganisme baru. Ini adalah kaidah
saddudz dzari’ah atau “menutup jalan yang menuju kepada kerusakan”.
Melukis Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam selain dilarang karena
adanya larangan melukis makhluk bernyawa dari jenis manusia dan
binatang, juga dilarang karena bisa membuka pintu paganisme atau
berhalaisme baru, padahal Islam adalah agama yang paling anti dengan
berhala.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ
كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ
وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ
فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ
الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا
فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
“Dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata : Ketika Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian isteri beliau
menyebut-nyebut sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah
yang disebut dengan Maria. Ummu Salamah dan Ummu Habibah rodhiyallohu
‘anhuma pernah mendatangi negeri Habasyah, mereka menyebutkan tentang
kebagusannya dan gambar-gambar yang ada di dalamnya. Maka beliau pun
mengangkat kepalanya, lalu bersabda : “Itulah orang-orang yang bila
ada orang sholih di antara mereka yang mati, mereka membangun masjid
di atas kuburannya kemudian membuat gambar-gambarnya. Itulah
sejelek-jelek makhluk di sisi Alloh.” ( HR. Ahmad dan Al-Bukhori )
Demikian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mencela kelakuan
orang-orang ahli kitab yang mengkultuskan orang-orang sholih mereka
dengan membuat gambar-gambarnya agar dikagumi lalu dipuja. Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang menyerupai mereka :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mere
ka.” ( HSR. Abu Dawud )
Dalam hadits yang lain, beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا
أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang
Nashrani menyanjung Putera Maryam, karena aku hanya hamba-Nya dan
Rosul utusan-Nya.” ( HR. Ahmad dan Al-Bukhori )
Itulah sebab utama kenapa Umat Islam bersikeras melarang melukis
Ro-sululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, yaitu dalam rangka menjaga
kemurnian ‘aqidah tauhid.
Masih banyak sebab yang lainnya dari larangan menggambar Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya penggambaran diri
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam akan membuka peluang untuk
perbuatan penistaan terhadap pribadi beliau. Sebagaimana seseorang
yang benci kepada orang lain, namun karena tidak mampu melampiaskan
kebenciannya secara langsung, mereka lantas membuat serentetan penista
an terhadap gambar atau foto orang yang dia benci. Apakah akan dia
ludahi atau dia injak-injak atau dia sobek-sobek atau dia bakar atau
dibikin ka rikatur yang bernuansa pelecahan, dan sebagainya.
Dengan tidak dilukisnya gambar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam maka tidak mungkin seseorang yang kafir atau fasiq mampu
membuat gambaran wajah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam,
karena hanya orang-orang yang benar imannya saja yang bisa melihat
beliau :
مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا
يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي
“Barangsiapa melihatku di dalam mimpinya, sesungguhnya dia benar-benar
melihatku, karena syetan tidak mungkin menyerupai bentukku.” ( Hr.
Ahmad, Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud Ibnu Majah dan Ahmad )
Dalam salah satu riwayat Al-Bukhori ada tambahan :
وَرُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنْ
النُّبُوَّةِ
“Dan mimpi seorang mu’min adalah seperempat puluh enam bagian dari kenabian.”
Bila demikian keadaannya maka tidak mungkin seorang fasiq apalagi
kafir bisa tahu wajah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Andai
mereka bermimpi suatu sosok manusia yang mengaku-aku sebagai Nabi
Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam maka dapat dipastikan bahwa
sosok itu adalah syetan. Karena meski tidak mungkin menyerupai bentuk
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, tetapi syetan bisa saja
mengaku-aku sebagai Rosululloh. Lalu bagaimana kita mengetahui kalau
sosok yang mengaku Rosululloh di dalam mimpi kita adalah benar-benar
asli Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ? Caranya adalah dengan
dicocokkan dengan hadits-hadits syamail yang shohih, yaitu
hadits-hadits yang bertutur tentang ciri-ciri Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam.
Ada pun karikatur yang digambar oleh orang-orang kafir dan mu-nafiq
adalah kebohongan, karena bagaimana mungkin mereka bisa menggambar
wajah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, sedangkan untuk
melihatnya saja mereka tidak mungkin bisa ?!!! Maka yakinlah bahwa apa
yang mereka lukis dan apa yang mereka bikin karikaturnya pasti bukan
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam

0

Tanda Kiamat Menurut Islam

Banyak orang di desaku yang menggunakan ungkapan “جائته ساعته” jaa’athu saa‘atuhuu; mereka maksudkan dengan kalimat itu adalah sebagai saat kegilaannya atau saat kemarahannya atau saat khas yang maksudnya dimengerti pendengarnya.

Yang dimaksudkan dengan Sa‘ah itu adalah waktu secara mutlak. Orang-orang memutlakkan kata Sa‘ah itu kepada apa yang menyamai dengan salah satu dari 24 bagian kata “Yaum”, namun makna aslinya adalah waktu; dan Sa‘ah itu dimutlakkan kepada waktu yang diketahui pendengarnya seperti: Qiyamat Kubra atau perkara yang disepakati secara istilah atau konteknya.

Apabila kami berkata kepada musuh dengan mengancam:

قربت ساعتكم أو قربت الساعة

Maka, yang dimaksudkan dengan Sa‘ah dalam kalimat itu adalah waktu kehancuran mereka yang kami ancamkan dengan kalimat itu atau waktu kehancuran mereka telah dekat. Dan tidak mungkin yang dimaksudkan dengan kata Sa‘ah dalam kalimat itu adalah “Qiyamah Kubra” yakni Qiyamat besar telah dekat atau saat kesempatan benar-benar telah dekat.

Apabila kami membicarakan tentang perjalanan dimana Islam dalam perjalanan itu menghadapi kesulitan yang besar kemudian kami membicarakan sesudahnya tentang Sa‘ah, maka sungguh yang kami maksudkan adalah saat kebangkitannya setelah mengalami kehinaan ini, karena kontek tersebut yang menentukan makna demikian.

Apabila kami membicarakan tentang rukun Iman dan pentingnya amal saleh kemudian kami mendorong orang-orang agar beriman, kemudian kami membicarakan Sa‘ah, maka sesungguhnya yang kami maksudkan dengan Sa‘ah itu adalah saat Qiyamat mereka yang besar yang di dalamnya mereka akan dihisab di hadapan Allah Ta‘ala.

Kata Sa ‘ah dalam Al-Quranul-Karim dan Hadits

Sebagian orang menyangka bahwa kata Sa‘ah dalam Al-Quranil-Karim dan beberapa Hadits Nabi yang mulia tidak lain yang dimaksudkan kecuali dalam makna Hari Qiyamat besar; pendapat ini adalah salah besar dan telah menyebar di kalangan orang-orang Islam; dan tiada satu dalil pun yang memperkuat pendapat itu, bahkan di sana banyak dalil yang saling bertentangan; dalam Al-Quran dan Hadits telah disebutkan kata Sa‘ah beberapa kali bukan dalam makna Qiyamah; inilah sebagian contohnya:

* Contoh pertama adalah firman Allah Ta‘ala:

إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى ()

Sesungguhnya Sa‘ah segera datang; Aku hampir-hampir mewujudkan itu, agar tiap-tiap jiwa mendapat balasan mengenai apa yang ia usahakan (Thaha, 20:16)

Apakah kalian tahu kepada siapa Allah berfirman demikian? Dia telah berfirman kepada Musa As. Apakah makna “أكاد أخفيها ؟” artinya “Aku hampir-hampir mewujudkan itu”. Tampak jelas bahwa pembicaraan itu adalah tentang peristiwa yang dekat sekali, hampir-hampir terjadi; itulah dia kebinasaan Firaun dan tertolongnya Musa As.

* Contoh kedua adalah sabda Rasulullah Saw:

بُعِثْتُ أنَا وَالسَّاعَةُ كهَاتَيْنِ وَقَرَنَ بَيْنَ إِصْبِعَيْهِ السَّبَابَةِ وَالْوُسْطَى

Aku telah dibangkitkan, aku dan Sa‘ah itu bagaikan dua ini, seraya beliau menggandeng antara kedua jari-jarinya, yaitu: jari telunjuk dan jari tengahnya (Al-Bukhari, Muslim dan Kanzul-Ummal, Juz XIV / 38348 dan38349 )

Sungguh 1420 tahun wafatnya Rasullah Saw telah berlalu, bersamaan dengan peristiwa kewafata beliau, ternyata Qiyamat Kubra tidak terjadi. Ketika itu beliau Saw bersabda sesungguhnya kebangkitan beliau berdekatan dengan Sa‘ah sebagaimana dekatnya jari telunjuk dengan jari tengah; keduanya adalah dua jari-jari yang keberadaannya berdampingan, lalu apa makna Rasulullah Saw menghubungkan antara dua jari-jari itu? Maknanya adalah di sana tidak ada pemisah zaman antara zaman kehidupan Rasulullah Saw dan antara Sa‘ah itu; maksudnya adalah bahwa Sa‘ah itu akan dibuktikan dalam wujud kemuliaan kehidupan beliau Saw. Jadi, Sa ‘ah di sini adalah saat tertolongnya orang-orang Islam dan kehancuran orang-orang kafir, yaitu saat terhinanya berhala dan tertolongnya tauhid, artinya bahwa pertolongan itu berupa mengalahkan berhala-berhala Mekkah dalam masa kehidupan Nabi Saw, bukan terjadi pada masa sesudahnya sebagaimana telah terjadi pada sebagian Nabi-nabi dahulu, maka Musa As tidak memasuki tanah Muqaddas, bahkan para pengikut beliau yang memasukinya sesudah beliau wafat.

Coba bayangkan, bila di sini Sa‘ah itu dimaknai dengan Qiyamat Kubra (Qiyamat besar), lalu bagian apakah yang dapat diperoleh dari Hadits ini?

* Contoh ketiga firman Allah Ta‘ala

وَلا يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي مِرْيَةٍ مِنْهُ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً أَوْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابُ يَوْمٍ عَقِيمٍ ()

Dan orang-orang kafir tiada henti-hentinya dalam kebimbangan tentang itu sampai Sa‘ah mendatangi mereka dengan tiba-tiba atau datang kepada mereka siksaan hari yang membinasakan (Al-Hajj, 22:56)

Orang-orang kafir akan menjadi ragu sampai Sa‘ah itu terjadi. Artinya keraguan mereka itu berlangsung terus sampai terjadinya Sa‘ah itu atau terjadinya adzab yang dahsyat. Sekiranya mereka mati sebelum itu pastilah keraguan mereka itu berakhir, karena itu wajib mereka hidup sampai Sa‘ah itu mendatangi mereka atau adzab ini datang. Lalu, apakah maksud Sa‘ah disini? Itulah saat kehancuran orang-orang kafir dan tertolongnya orang-orang Islam, artinya orang-orang kafir akan menjadi ragu akan kebenaran Islam sampai kebinasaan itu menimpa mereka lantaran tangan orang-orang Islam sebagai sergapan atau adzab Allah menimpa mereka.

Dan tidak mungkin maksud Sa‘ah dalam ayat itu adalah Qiyamat Kubra, karena perkataan itu tidak membenarkan bahwa orang-orang kafir akan menjadi ragu hingga datangnya Qiyamat. Kemudian bagaimana pilihan itu akan sempurna antara Qiyamat Kubra dan antara adzab yang dahsyat? Maka dari itu, Qiyamat mengandung adzab ini dan tidak ada pilihan antara Qiyamat dan adzab.

* Contoh keempat firman Allah Ta ‘ala

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا ()

Siapa saja menghendaki kehidupan dunia, di sini pula Kami segerakan kepadanya apa yang Kami kehendaki bagi siapa yang Kami menghendaki itu, lalu Kami tentukan kepadanya Neraka Jahannam; ia akan memasuki Neraka itu terhina dan terlempar (Al-Isra, 17:19)

Syarat-syarat Sa‘ah artinya tanda -tandanya, maka jelaslah dari ayat itu bahwa tanda-tanda Sa‘ah itu benar-benar telah datang, dan itu akan datang dengan tiba-tiba artinya Sa‘ah itu datang menyergap orang-orang kafir Mekkah. Adapun jika dimaksudkan dengan Sa‘ah itu adalah Qiyamat Kubra, berarti masksud makna Qiyamat itu sangat melemahkan ayat ini, lalu apakah tanda-tanda Qiyamat Kubra yang telah terjadi pada zaman Rasulullah Saw? Tidak ada kebenaran sedikit pun. Wahai Allah, tiada lain mereka itu menganggap bahwa bangkitnya Rasulullah Saw adalah tanda yang telah tampak! Dan berikut ini pendapat inilah yang telah kami robohkan.

* Contoh kelima firman Allah Ta‘ala

سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ ()

Pasukan gabungan akan segera dikalahkan dengan lari tunggang langgang dan berbalik punggung (Al-Qamar, 54:46)

Ayat yang telah mengancam orang-orang kafir Mekkah bahwa mereka itu akan dihancurkan dengan kehancuran yang buruk dan mereka dipalingkan ke belakang, wahai penduduk Mekkah sesungguhnya saat kehancuran yang akan menimpa kalian adalah kehancuran yang lebih keras daripada saat yang telah menimpah kaum Firaun; Apabila Firaun benar-benar telah ditenggelamkan akan tetapi kerajaannya masih ada bayangan sesudahnya; adapun kalian akan kehilangan segala-galanya dan Rasulullah Saw akan membuka Mekkah dan kekuasaan berhala berakhir untuk selama-lamanya. Ketahuilah bahwa ayat ini datang dalam kontek ini:

وَلَقَدْ جَاءَ آلَ فِرْعَوْنَ النُّذُرُ () كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا كُلِّهَا فَأَخَذْنَاهُمْ أَخْذَ عَزِيزٍ مُقْتَدِرٍ () أَكُفَّارُكُمْ خَيْرٌ مِنْ أُولَئِكُمْ أَمْ لَكُمْ بَرَاءَةٌ فِي الزُّبُرِ () أَمْ يَقُولُونَ نَحْنُ جَمِيعٌ مُنْتَصِرٌ () سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ ()

Dan sesungguhnya peringatan telah datang kepada orang-orang Firaun. Mereka semua mendustakan semua tanda bukti Kami, maka Kami timpakan kepada mereka siksaan Tuhan Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa. Apakah orang-orang kafir kamu lebih baik daripada mereka, atau apakah kamu mempunyai kebebasan (tersebut) dalam Kitab?. Atau apakah mereka berkata: Kami adalah pasukan gabungan untuk saling menolong. Pasukan gabungan akan segera dikalahkan dengan lari tunggang langgang dan berbalik punggung (Al-Qamar, 54:42-46)

Cukuplah dengan beberapa contoh ini; jika dirasa masih kurang sebenarnya masih lebih banyak dari beberapa contoh itu.

Apakah yang dapat kami ambil faedah dari pokok persoalan ini?

Apakah itu fikiran yang melantur? Tidak, bahkan ini adalah nubuwatan Rasulullah Saw yang berkaitan dengan Sa‘ah yang Ulama menamakannya tanda-tanda Sa‘ah yang tidak dikhususkan dengan Hari Qiyamat Kubra, bahkan itulah nubuwwatan tentang proses perjalanan yang berbeda-beda; dan yang paling penting adalah proses perjalanan datangnya Al-Masih Al-Mau‘ud As.

Karena itu ketika Ulama menceriterakan tentang tanda-tanda kecil dan tanda-tanda besar, maka mungkin pembicaraan mereka itu mengandung tanda-tanda yang berkaitan dengan proses perjalanan kecil dalam sejarah Islam, sedangkan tanda-tanda yang berkaitan dengan proses perjalanan yang besar dan penting ialah kebangkitan Imam Mahdi. Adapun jika semua itu dikaitkan dengan Qiyamah Kubra, maka pengertian yang demikian itu adalah kesalahan fatal, karena Qiyamat Kubra tidak akan datang kecuali dengan tiba-tiba dan juga menyebabkan bahwa ayat-ayat terdahulu dan lain-lainnya serta Hadits-hadits Nabawi menjadi tidak bermakna.

Sebagian Ulama lagi berpendapat bahwa Juz Amma banyak membicarakan tentang Qiyamat Kubra dan sungguh mereka melakukan kesalahan dalam persoalan itu, bahkan “juz amma” membicarakan tentang nubuwatan masa akan datang, sebagiannya berkaitan dengan zaman Rasulullah Saw dan pertolongan kepadanya; ketahuilah bahwa “juz amma” itu diturunkan sebagai penampakan kebangkitan kenabian yang dinubuwatkan tertolongnya Saw dan sebagiannya berkaitan dengan kebangkitan Al-Masih Al-Mau‘ud As dan pertolong baginya.

Sungguh Khalifatul-Masih Ar-Rabi, Hadhrat Mirza Thahir Ahmad Ra telah mengisyaratkan tentang program yang besar “Liqa’a Ma‘al ‘Arab” sampai kepada persoalan yang lebih penting daripada makna-makna Sa ‘ah … saat Sayyidina Muhammad Al-Mushthafa Saw artinya saat datangnya pertolongan yang membinasakan:

... لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ...

Agar Ia memenangkan agama itu di atas sekalian agama (Ash-Shaff, 61:10)

Maka seluruh dunia, tanpa kecuali menyaksikan kebenarannya dengan argumentasi dan bukti serta agamanya mengungguli semua agama. Dan bagaimana seorang muslim mengekpresikan terjadinya Qiyamat dan lenyapnya dunia ini sebelum janji ini menjadi kenyataan!!

Dan pertolongan ini akan sempurna pada tangan pelayan dan pecinta sejatinya, yaitu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Masih Al-Mau‘ud dan Imam Mahdi As; dan sesudah itu yang berada pada puncak Jamaahnya adalah para Khalifahnya yang mulia.

Dan inilah yang sedang ditegakkan Jamaah ini sejak awal berdirinya, sebab tiada tujuan baginya, selain menghilangkan himpunan kekaburan (kesamaran) yang telah merusak Islam dengan upaya perjuangan sebagian anak-anaknya dan yang senantiasa sibuk mengkhidmatinya sehingga musuh-musuh Islam semakin mendendam.

Yogyakarta, 24 Februari 2010, Karya Hani Thahir dalam bahasa Arab Penerjemah : Abdul Rozzaq

0

Sekilas tentang Islam

Allah Ta'ala berfirman dalam Q.S. Al Maidah [5] ayat 4:
... اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِيْنًا ...

"...pada hari ini telah Ku-sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Ku-lengkapkan nikmat-Ku atasmu, dan telah Ku-sukai bagimu Islam sebagai agama..."
Pengertian Agama Islam

Islam adalah nama agama Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam Nama Islam ini bukan pemberian dari Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bukan pula pemberian para pengikut agama Islam, tetapi nama Islam itu adalah pemberian dari Allah SubchaanaHu wa Ta’aalaa (QS 5 : 3; QS 3 : 86),) dan para pengikut agama Islam disebut Muslimun (QS 22 : 79) bahkan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga disebut Muslim (QS 6 : 164).

Agama bahasa Arabnya “diin” atau “millah”. Kata diin makna aslinya ketaatan, hukum, dll. Adapun millah makna aslinya adalah perintah. Millah terutama sekali bertalian dengan Nabi, yang kepadanya agama itu diwahyukan, sedang diin bertalian dengan orang yang menganut agama itu (Al-Mufradat fi ghoribil Quran). Adapun Islam artinya masuk dalam “silm”; kata “salm” atau “silm”, dua-duanya berarti damai (Al-Mufradat fi ghoribil Quran). Dua perkataan ini digunakan oleh Alquran dalam arti damai (QS 2 : 209 dan QS 8 : 62). Jadi agama Islam itu adalah agama yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk umat manusia agar mengenal dan taat kepada-Nya dalam satu jamaah yang dipimpin beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam atau Khalifah, pengganti beliau supaya iman mereka terpelihara dan memperoleh kedamaian serta ridha-Nya.

Berdasarkan ayat diatas, Islam merupakan nama yang Allah Ta'ala sendiri berikan kepada manusia. kata Islam berasal dari akar kata bahasa Arab yakni سَلِمَ (sa-li-ma) yang berarti: damai, kecintaan, ketundukan, ketaatan dan damai. Sedangkan kata Islam (اِسْلَامُ), secara harfiah berarti: ketaatan dan damai.

Jadi, Islam berarti Jalan orang-orang yang taat kepada Allah dan yang membuat perdamaian dengan Dia dan makhluk-Nya. Dan para pengikutnya disebut Muslim.

Islam bukanlah sebuah agama baru. Pada dasarnya, Islam merupakan pesan yang sama dan bimbingan dari Allah yang diturunkan kepada semua nabi sebelum Nabi Muhammad saw. seperti firman Allah Ta'ala dalam Alquran:

"Katakanlah,` Kami percaya kepada ALLAH dan apa yang telah diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Yakub dan keturunannya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan sekalian nabi dari Tuhan mereka . Kami tidak membedakan diantara mereka dan kami menyerahkan diri kepada-Nya. " (Q.S. Ali 'Imran: 85)
Islam Menurut Rasulullah saw.

Pernah satu kali malaikat Jibril a.s. datang kepada beliau saw. dan bertanya:
"يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِسْلَامِ"
قَلَ: "أَلْإِسْلَمُ أَنْ تَسْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ وَيُقِيْمُ الصَلَوةَ وَتُؤْتِى الزَكَوةَ وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ البَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلَا."
قَلَ: "صَدَقْتَ"
فَعَجِيْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ
قَلَ: "فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِيْمَنِ"
قَلَ: "أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ والْيَوْمِ الْأَخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدْرِهِ وَشَرِّهِ"
قَلَ: "صَدَقْتَ" (روه مسلم كتاب الإيمان)

"[Jibril bertanya kepada Rasulullah saw] 'Hai Muhammad! Beritahukan kepadakutentang Islam.'

[Rasulullah saw] bersabda: 'Islam ialah hendaknya

1. bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
2. mendirikan Shalat
3. menunaikan Zakat
4. berpuasa di bulan Ramadhan dan
5. beribadah haji di Baitullah jika engkau mampu menempu perjalanannya.

Orang itu [Jibril a.s.] berkata: "Engkau benar!"

[Perawi berkata:] Kami merasa heran kepada orang itu. Dia berkata sekaligus membenarkannya.

[Kembali Jibril bertanya:] 'Beritahukan kepadaku tentang Iman.'

[Rasulullah saw] bersabda: 'Hendaknya engkau beriman kepada:

1. Allah,
2. malaikat-Nya,
3. kitab-kitab-Nya,
4. para Rasul-Nya dan
5. Hari Akhir, serta
6. beriman kepada takdir baik kepada yang baik maupun yang buruk.'

[Lalu Jibril a.s.] berkata 'Engkau benar!" (H.R. Muslim, BAB Kitaabul-iimaan)

Pada lain kesempatan, beliau saw. bersabda:


مَنْ صَلَى صَلَوتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَاَكَلَ ذَبِيْحَتَنَا فَذَالِكَ الْمُسْلٍمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةَ اللَّهِ وِذِمَّةَ رَسُوْلِ اللَّهِ فَلَا تُخْفِرُ اللَّهَ فِيْ ذِمَّتِهِ
(بخاري كتاب الصلوة, باب فضل إستقبل القبلة)

"Barangsiapa yang shalat seperti shalat kita, berkiblat pada kiblat kita, dan memakan sembelihan kita maka dia adalah orang Muslim yang mempunyai jaminan dari Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu mengecoh Allah dalam hal jaminan-Nya. (H.R. Bukhari, Kitab Shalat, BAB Fadhli istaqbalil qiblah)

Ibnu Umar pernah menceritakan bahwa Rasulullah - Nabi Muhammad saw. bersabda: "Pengertian Islam adalah sebagai berikut, [yakni menganut] lima pilar (prinsip):

1. Menyatakan Syahadat, yakni menyatakan diri bersaksi: "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah."
2. Melaksanakan Shalat.
3. Membayar Zakat.
4. Puasa selama Ramadhan.
5. Ziarah ke rumah Allah (Haji).

Agama yang diridhai

Agama Islam adalah agama yang sempurna dan diridhai Allah SubchaanaHu wa Ta’aalaa (QS 5 : 4). Agama ini membicarakan segala perkara (QS 97 : 5) baik dalam urusan duniawi maupun urusan ukhrawi (QS 2 : 201), misalnya nabi-nabi dan raja-raja (QS 5 : 21) dan orang yang beragama Islam diperintahkan berdoa agar dibimbing di jalan yang benar untuk mendapatkan kenikmatan dan dihindarkan dari murka Allah dan jalan yang sesat (QS 1 : 6-7). Oleh karena itu, setelah Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus ke dunia ini, Allah menolak pilihan orang yang memilih selain agama Islam, dan ia tergolong orang-orang yang merugi (QS 3 : 86).
Agama Pembawa Rahmat

Agama Islam itu merupakan rahmat bagi semesta alam (QS 21 : 108) dan mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati, bahkan mampu membuat orang yang mati berbicara (QS 13 : 32). Maksudnya adalah mati ruhaninya. Sebab orang yang mati jasmaninya tidak akan bisa hidup kembali di dunia ini dengan jasadnya (QS 21 : 96; 23 : 100-101), sedangkan “berbicara” maksudnya adalah berbicara tentang kebenaran Islam untuk disampaikan (tabligh) kepada orang-orang yang belum mengerti agar mengenal Allah SubchaanaHu wa Ta’aalaa dan mengikuti jejak Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam (QS, 33 : 40; 7 : 69) serta sebagai bukti mereka telah menerima dan meyakini kebenaran ajaran Islam dengan tujuan agar umat manusia selamat bersamanya dalam satu jamaah yang telah didirikan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam (QS 2 : 214). Mereka yang beriman dan berhimpun dalam jamaah itu akan selamat dari kemauan hawa nafsu dan bisikan setan, sebaliknya akan senantiasa menaati kehendak Allah dan Rasul-Nya (QS 4 : 70), sehingga mereka menampakkan budipekerti yang luhur dan akhlak yang mulia serta kesempurnaan akhlak (Kanzul Umal, Juz XI/31929). Jamaah kaum Muslimin yang demikian inilah yang dipuji Allah sebagai umat yang terbaik (QS 3 : 111) dan dinyatakan sebagai umat yang paling unggul (QS 2 : 144). Sebab iman mereka tampak sempurna dalam wujud akhlak yang terbaik (Kanzul Umal, Juz III/5236).
Agama Penghimpun Semua Kebenaran

Agama Islam itu merupakan agama yang menghimpun semua kebenaran agama-agama yang pernah diajarkan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam

(QS 98 : 3-4) untuk diyakini kebenarannya dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam. Misalnya, Nabi Isa ‘Alaihis-salaam (Yesus Kristus) mengajarkan bahwa Allah itu Esa dan beliau ’Alaihis-salaam hanya menyuruh menyembah Allah saja.

Dalam kitab Injil tertulis :

“Tetapi Yesus berkata kepadanya: Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.” (Lukas, 4 : 8)

Dalam Alquran tertulis:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْا اِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيْحُ يـاـبَنيِِِِِِْ~ اِسْرَآئِيْلَ اعْبُدُوْا اللهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ اِنَّه‘ مَنْ يُّشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْواـهُ النَّارُ وَمَا لِلظّـاـلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang berkata ‘Allah itu ialah Al Masih, Ibnu Maryam’, padahal Al Masih berkata, ‘Hai Bani Israil, beribadahlah kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya, barangsiapa menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ketahuilah bahwa Allah mengharamkan baginya surga dan tempat tinggalnya ialah api, dan tak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang aniaya.” (Al-Maidah, 5 : 73)

Dalam kitab Taurat tertulis:

“Nabi Musa melarang umatnya memakan darah, minum minuman keras dan makan daging babi dan sebagainya.” (Imamat, 3:17; 17:12; 10:8; 11:17)

Dalam kitab Alquran tertulis:
اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَا اُهِلَّ بِها لِغَيْرِ اللهِ

“Sesungguhnya yang Dia haramkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih atas nama selain dari Allah.” (Al-Baqoroh, 2 : 174)
يـاـاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اامَنُوْا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلاَنْصَابُ وَاْلاَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّـيْطـاـنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala-berhala dan panah-panah undian itu hanyalah suatu kecemaran dari perbuatan syaitan. Maka jauhilah itu semuanya supaya kamu berbahagia.” (Al-Maidah, 5 : 91 )
Agama Islam itu Fitriah

Ajaran agama Islam itu berguna apabila diimani dan diamalkan (Kanzul Umal, Juz I/260). Guna mengimani kebenaran agama Islam itu diperlukan keyakinan (Kanzul Umal, Juz III/7331) dan keyakinan itu bisa diperoleh melalui ilmu atau makrifat; ilmu atau makrifat agama Islam itu terdapat dalam kitab suci Alquran dan untuk mendapatkan isi kandungan makrifat Alquran itu hati harus mendapat anugerah kesucian dari Allah (QS 56 : 80). Pendek kata keyakinan akan kebenaran agama Islam itu sangat dibutuhkan untuk mendatangkan kekuatan dalam mengamalkannya, sehingga antara iman dan amal menjadi terpadu dalam diri orang Islam.

Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَيُقْبَلُ اِيْمَانٌ بِلاَعَمَلٍ وَلاَعَمَلٌ بِلاَ اِيْمَانٍ

“Iman tidak diterima tanpa amal dan amal tidak diterima tanpa iman.” (HR Ath-Thabrani dalam “Al-Kabir” dari Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘anhu; Kanzul Umal, Juz I/260)
اَلاِْيْمَانُ وَالْعَمَلُ اَخَوَانِ شَرِيْكَانِ فِى قَرَنٍ لاَيَقْبَلُ اللهُ اَحَدَهُمَا اِلاَّ بِصَاحِبِهِ

“Iman dan amal itu bagaikan dua bersaudara dalam berteman, Allah tidak akan menerima satu dari keduanya, kecuali dengan kawannya.” (HR Ibnu Syahin dalam “As-Sunnah” dari Ali Radhiyallaahu ‘anhu; dan Kanzul Umal, Juz I/59)

Jadi berdasarkan kedua hadits di atas setiap ajaran Agama Islam itu bisa difahami dan dinalar oleh akal, sehingga tak ada tekanan yang dipaksakan kepada akal untuk menerimanya. Ajaran Islam yang demikian inilah yang mampu mendatangkan keyakinan yang benar dan mampu menumbuhkan kekuatan untuk mengamalkannya. Dengan demikian Agama Islam mampu melahirkan iman dalam hati. Iman yang demikian itu merupakan landasan bagi perbuatan orang Islam. Jadi dalam Agama Islam itu tidak ada ajaran yang dogmatis, yaitu suatu ajaran yang harus diterima walaupun bertentangan dengan akal. Apalagi memaksakan kehendak, itu bertentangan dengan Islam.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
دِيْنُ الْمَرْءِ عَقْلُهُ وَمَنْ لاَ عَقْلَ لَهُ لاَ دِيْنَ لَهُ

“Agama seseorang tergantung akalnya, dan siapa yang tidak memiliki akal ia tidak mempunyai agama.” (HR Abusy-Syeikh dalam “Ats-Tsawaab”, dan Ibnu An-Najjar—dari sahabat Jabir Radhiyallaahu ‘anhu; dan Kanzul-Umal, Juz III/7033)

Sehubungan dengan masalah iman ini, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa “Iman itu adalah keyakinan” (Kanzul Umal, Juz III/7331). dan keyakinan itu diperoleh berdasarkan ilmu dan ilmu itu berkaitan dengan akal dan hati manusia. Inilah iman yang sejati atau yang sempurna, yaitu iman yang dihiasi dengan rasa malu kepada Allah jika berbuat buruk atau meninggalkan kewajiban, dalam menunaikan tugas senantiasa menggunakan pakaian takwa, artinya ia selalu berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan dan senantiasa membekali diri dengan ilmu untuk menyokong tegarnya iman dan menambah wawasan yang lebih luas.

Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَ ْلاِيْمَانُ عُرْيَانُ وَزِيْنَتُهُ الحْـَيَاءُ وَلِبَاسُهُ التَّقْواى وَمَالُهُ الْفِقْهُ

“Iman itu telanjang; hiasannya ialah rasa malu, pakaiannya adalah taqwa, dan hartanya adalah pemahaman (ilmu).” (HR Ibnu An-Najjar dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu; dan Kanzul Umal, Juz I/87)

Guna mengimani kebenaran Agama Islam, seseorang tidak harus bertemu dengan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sebab kebenaran ajaran Islam yang telah beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ajarkan itu bisa diyakini kebenarannya melalui proses ilmu. Oleh karena itu, tidak ada masalah yang bisa merintangi orang-orang yang hidup sesudah beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat untuk mengimani kebenaran beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan agama Islam yang telah beliau ajarkan.

Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طُوْبـاـى لمِـَنْ اَدْرَكَنِيْ وَاامَنَ بِيْ وَطُوْبـاـى لمِـَنْ لَمْ يُدْرِكْنِيْ ثُمَّ اامَنَ بِيْ

“Berbahagialah bagi orang yang telah bertemu aku dan ia mengimani aku; dan berbahagialah bagi orang yang tidak bertemu aku, kemudian ia mengimani aku.” (HR Ibnu Annajjar dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu; dan Kanzul Umal, Juz I/248)
Agama Islam mampu mengangkat derajat manusia

Umat Islam pada zaman Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam diberi julukan sebagai umat wasath (QS 2 : 143), artinya umat yang mengambil jalan tengah atau adil dalam menyikapi ajaran-ajaran agama yang ada pada waktu itu. Sebagai umat Islam selalu bersikap lapang dada, mereka tidak apriori dan tidak selalu menolak setiap ajaran dari agama-agama lain dan tidak pula menerima begitu saja semua ajaran dari agama-agama lain sebelum mereka teliti, tetapi sebaliknya mereka selalu bersikap kritis dan selektif terhadap semua ajaran agama yang ada waktu itu. Setiap ajaran yang sesuai dengan kitab suci Alquran mereka ambil dan setiap ajaran yang bertentangan dengan Alquran mereka tolak. Sikap demikian inilah yang membuat umat Islam itu lebih baik dan lebih unggul dibandingkan umat lainnya, karena mereka menempatkan diri mereka sebagai saksi bagi umat manusia (QS 2 : 144). Dan, ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya selalu mewarnai dalam kehidupan mereka.
Tujuan Agama Islam

Agama Islam diwahyukan oleh Allah mempunyai tujuan:

1. Mendatangkan perdamaian dan menyatukan umat manusia dalam satu persaudaraan (QS 2 : 5, 214 & 286);
2. Menghimpun segala kebenaran yang pernah diajarkan oleh para nabi yang diutus sebelum Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam (QS 98 : 3-4);
3. Meluruskan kesalahan dan menyaring ajaran yang benar (QS 5 : 49);
4. Mengajarkan dan memberikan contoh ajaran kebenaran yang sempurna dan abadi (QS 5 : 4).

Janji Allah Kepada Orang Islam

Orang yang dengan hati tulus berserah diri kepada apa yang dikehendaki oleh Allah dan berbuat baik kepada sesama makhluk, baik manusia mau pun bukan manusia, baginya diberi pahala surga dari sisi-Nya (QS 2 : 112-113). Gambaran surga itu adalah apabila ia menghadapi waktu sekarang, hatinya merasa berkecukupan, apabila ia menatap masa yang akan datang, hatinya tidak merasa takut dan khawatir dan jika ia mengingat masa lalunya, hatinya dihindarkan dari rasa susah (QS 2 : 113). Inilah Surga yang diberikan kepada orang Islam di dunia ini. Sebab ia telah berhasil mencintai Allah SubchaanaHu wa Ta’aalaa dengan mengorbankan segala yang dimilikinya, sehingga Allah ridha kepadanya dan ia pun ridha kepada-Nya (QS 98 : 9). Orang yang demikian inilah yang dijanjikan akan mendapat dua surga, yaitu surga di dunia ini dan surga di alam akhirat nanti (QS 55 : 47) []

0

Indonesia dimata Barack Obama

Tulisan Ini Dimuat di Rubrik Politika di Harian Kompas Pada Pada Sabtu, 2 Agustus 2008 Dengan Judul Bangsa Kita (1) Oleh:BUDIARTO SHAMBAZY

Dalam acara ”Global Public Square” di CNN oleh Fareed Zakaria (FZ) 13 Juli lalu, Barack Obama (BO) pertama kali berbicara tentang Indonesia sejak menjadi calon presiden. Selama ini ia menghindari topik ini.

FZ: Apa kenangan pertama politik luar negeri yang membentuk Anda?

BO: Kenangan pertama ibu saya bilang, ”Saya menikah dengan orang Indonesia dan kita pindah ke Jakarta”. Itu kenangan untuk memahami besarnya dunia. Kami datang setahun setelah kudeta dan belakangan tahu lebih dari setengah juta korban dibunuh. Untuk bocah seperti saya, negeri itu istimewa. Untuk pertama kalinya saya sadar besarnya dunia, terlalu banyak negara. Negeri itu rumit.

FZ: Bagaimana rasanya jadi orang Amerika tinggal di Indonesia?

BO: Amat istimewa karena kesenjangan sosial Barat dengan Timur lebih besar dibandingkan kini. Tetapi, itu bukan karena ibu saya digaji dollar oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat yang membuat hidup kami lebih nyaman.

Kami tahu jenderal-jenderal dan keluarga Soeharto hidup mewah dan pemerintah tak bekerja untuk rakyat, melainkan untuk orang-orang dalam. Di AS itu juga terjadi, tetapi paling tidak kita patuh aturan dan menghargai masyarakat madani.

Ayah tiri saya dipaksa meninggalkan kuliah di Hawaii dan diwajibmiliterkan ke Papua Niugini. Saat ditugaskan ia tak pernah tahu akan dipenjara atau dibunuh. Ada jaminan Anda dilindungi sebagai warga AS dan itu membuat saya makin dewasa makin menghargai AS.

FA: Mengapa belajar hubungan internasional?

BO: Saya tertarik hubungan internasional karena tinggal di luar negeri dan hidup di Hawaii, punya ibu pakar pembangunan internasional ahli microfinancing yang membantu ibu-ibu membeli mesin tenun atau mesin jahit atau beternak sapi di Asia Selatan dan Tenggara.

Perang Vietnam makin menarik minat saya. Perang Dingin masih berkecamuk. Saya tertarik dua hal, masalah pembangunan Dunia Ketiga serta proliferasi nuklir sehingga saya sempat mengira akan bekerja di bidang hubungan internasional.

FZ: Anda yakin radikalisme tantangan pada abad ke-21?

BO: Terorisme dan kelompok-kelompok yang menolak modernitas karena identitas etnis dan agama yang terjebak ideologi ekstrem sebuah ancaman berbahaya. Namun, ia bukan satu-satunya ancaman.

FZ: Bagaimana Anda menilai Islam itu sendiri, seperti di Indonesia, negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia?

BO: Ini menarik. Ketika tinggal di Indonesia, kultur Indonesia tak sama dengan Arab di Timur Tengah. Islam berbeda-beda.

Namun, dunia Islam pada dasarnya tak menentang Barat atau kehidupan modern atau tradisi universal seperti hukum. Kini di Indonesia Anda melihat sejumlah elemen ekstremis.

Yang menarik Anda bisa melihat hubungan antara keterpurukan ekonomi akibat krisis moneter yang mengakibatkan sepertiga PDB Indonesia lenyap dan akselerasi kekuatan ekstremis.

Bukan mengatakan ada hubungan langsung, tetapi yang terjadi adalah perpindahan di dalam Islam yang saya yakin berhubungan dengan kegagalan pemerintah dan Barat menjalin kerja sama dengan negara-negara itu supaya tiap kesempatan terbuka dan ekonomi tumbuh dari bawah.

Anda tahu pendekatan masalah ekstremis adalah memburu mereka yang menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Kita harus memburu Al Qaeda dan jaringannya.

Tetapi, kita juga wajib memperkecil perekrutan mereka. Dan itu melibatkan dunia Islam, bukan memusuhinya. Kita harus paham jumlah yang menggunakan kekerasan kecil sekali dan bahwa dunia Islam itu beragam.

Nah, poin pertama Obama yakin radikalisme bersumber dari kemiskinan. Lihat di sekeliling, kemiskinan menjadi-jadi dan berpotensi menyuburkan radikalisme.

Pihak paling keliru birokrat karena menjadi sarang korupsi. KPK memerangi korupsi bagai deret hitung, tetapi korupsi seperti deret ukur.

Obama bicara korupsi pada masa lalu. Kini sudah abad ke-21, korupsi makin maju. Obama menyebut Orde Baru lalai tak bekerja. Kini, menurut kesaksian di pengadilan, dua menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu menerima korupsi aliran dana Bank Indonesia.

Kedua, Islam di sini, menurut Obama, sejak dulu bukan seperti di Arab atau Timur Tengah. Tidak betul juga teori benturan kebudayaan Islam melawan Barat.

Radikalisme di sini sering dipolitisasi. Dulu untuk kepentingan pemberontakan, kini diobral untuk urusan-urusan sepele.

Obama sumber inspirasi bagai mata air tak pernah habis. Chris Matthews, wartawan kawakan AS, disorot publik karena memihak Obama.

John McCain mengeluh porsi pemberitaan Obama berlebihan. Ia menuding Obama dan media terlibat love affair.

Matthews bela diri. Ia bilang, wartawan wajib memberitakan yang didengar dan dilihat, tetapi ia terinspirasi pidato Obama tentang ras.

”Saya lebih baik jujur daripada diam seperti patung sambil membatin, ’Ah itu berita basi’. Saya warga yang patriotis.”

”Saya selalu bereaksi emosional terhadap Tanah Air karena amat peduli dengan bangsa ini dan ingin turut menjaganya. Saya bukan sekadar wasit. Saya berpihak pada kita, bangsa kita”.

Bangsa kita memasuki bulan Proklamasi, usia melangkah maju tambah setahun. Tetapi, kok bangsa kita tambah mundur?

0

Dunia Islam

Sudah mendarah daging dalam diri kita bahwa israel dan dunia barat adalah musuh yang terus memerangi islam. Walaupun dalam berbagai kesempatan mereka selalu berkoar-koar islam bukanlah musuh, tetapi secara sembunyi-sembunyi terus mengadakan propaganda untuk merusak citra islam di mata dunia.
Alasan Beberapa Dunia Barat Takut Kepada Islam (Prinsip Berbagi).
Dalam kunjungan kenegaraan ke Indonesia beberapa tahun silam, dihadapan masa ormas islam, Presiden Iran Mahmud Ahmad Dinejad mengatakan sesungguhnya musuh yang nyata sudah nampak di mata kalian yang terang-terangan memusuhi islam adalah dunia barat dengan kroni-kroninya (zionis). Umat islam tidak akan gentar karena setiap dalam diri pemuda islam adalah nuklir bagi dunia barat. Omongan itu bukan sambal gertak semata.
Seorang dedengkot yahudi dalam statemennya mengatakan bahwa satu hal yang kami takuti dalam islam yang menjadi ancaman suatu hari mendatang. Sesuatu yang membuat kami selalu merasa dalam ancaman dan ketakutan. Hal itu adalah persatuan islam di seluruh dunia seperti yang kalian tunjukan diwaktu sholat berjamaah.
Dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman: “Dan apabila kamu berada bersama mereka lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu dan menyandang senjata,…” (QS. 4:102).
Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama’ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA).
Dari Ibnu Abbas RA berkata: “Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk shalat malam maka aku bangun untuk shalat bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser posisiku ke sebelah kanan beliau.” (HR. Jama’ah, hadits shahih).
Umat Islam harus saling menjaga dan menghormati satu sama lain. Perbedaan dalam hal-hal yang tidak prinsip, tidak boleh menjadikan kelompok umat Islam yang satu membenci apalagi menghujat kelompok lainnya. “Yang berjanggut panjang maupun yang janggutnya dibonsai, yang pakai celana setengah kaki maupun tiga perempat kaki, yang pakai jilbab lebar maupun jilbab modis, yang berbusana putih-putih maupun warna lainnya, semauanya adalah saudara. Kita harus menjaga persatuan dan kesatuan umat,” Inilah gambaram ketakutan yang benar-benar menjadi ancaman dunia barat dan kroni-kroninya.
Perbedaan sekecil apa pun,bila disikapi dengan jiwa kerdil,dada sempit,sikap egois, dan mau menang sendiri,pasti akan mendatangkan perpecahan dan malapetaka. Apalagi kalau perbedaannya besar,sudah pasti hancur lebur. Sebaliknya, perbedaan sebesar apa pun, kalau disikapi dengan jiwa besar, dada lapang, sikap tafâhum, dan saling hormat, insya Allah tidak akan menimbulkan perpecahan.
Sumber:Forum Viva News